Jumat, 13 Januari 2017
Oleh Irma Maulani
Pertemuan ke-4 pada Jumat
(13/01), kelas Laboratorium Banten Girang dengan pemateri kang Peri Sandi
Huizche. Kami diterjunkan lagi ke lapangan untuk mempraktekkan apa yang akan
dilakukan pada tubuh kami hari ini. Masih seperti jumat lalu, kami memulainya
dengan 'warming up' atau pemanasan. Melatih kelenturan tubuh, memulai dari
organ yang paling atas, hingga yang paling bawah. Latihan ini ditempuh untuk
mencapai kesiapan secara fisik, sebelum menghadapi latihan-latihan lainnya.
Selesai pemanasan, kami
berlari mengitari komplek menuju lapangan. Berlanjut dengan lari sprint, jalan
bebek dan membuat lingkaran dengan keadaan masih jalan di tempat. Persis
seperti pertemuan sebelumnya. Yang berbeda adalah apa yang akan kami praktekkan
pada tubuh kami hari ini. Materi yang dibahas masih tentang Biomekanik dan
pendekatan yang kami gunakan masih seperti jumat lalu yaitu Anatomi, Fisiologis
dan Mekanik. Yang dimaksud pendekatan Anatomi adalah pendekatan yang
menggambarkan (menjelaskan) tentang struktur tubuh dan bagian-bagiannya, serta
bagian-bagian tubuh yang potensial untuk menghasilkan gerakan.
Pendekatan Fisiologis adalah
dimana mempelajari tentang proses terjadinya gerakan, kontinuitas gerakan dan
kontrol gerakan. Sedangkan pendekatan Mekanik adalah pendekatan yang dimana
menjelaskan tentang adanya gaya, waktu dan jarak yang berhubungan dengan
gerakan tubuh manusia.
Kami kemudian berlatih untuk
berimajinasi dengan membayangkan keadaan jika saat ini kami sedang di Kutub
Utara, daratan yang dipijak bukan lagi tanah melainkan es, dan udara bukan lagi
panas tapi sangat dingin. Anggota kelas mulai bergerak, semuanya masuk dalam
imajinasinya, dan membayangkan sedang berada di Kutub Utara. Tak lama dari itu
imajinasi diubah menjadi kepanasan lalu diganti dengan kegerahan dan berlanjut
dengan imajinasi sedang berada di tempat yang sangat sejuk. Jika tadi imajinasi
terhadap suasana atau keadaan, sekarang imajinasi dilanjutkan dengan
membayangkan bahwa tubuh ini adalah sebuah kapas, kami bergerak kembali. Karena
sifat kapas ringan beberapa diantara kami sampai gegulingan. Mungkin mereka
berfikir kapas itu tertiup angin atau semacamnya, termasuk saya. Imajinasi
diganti lagi dengan membayangkan beberapa bagian tubuh yang terbang, salah
satunya membayangkan telinga yang bisa terbang.
Gerakan kami semua hampir
sama, berjalan kesana kemari, berjatuhan, lalu bangun lagi, tanpa menggunakan
ekspresi. Ini kekurangan kami, kurang detail terhadap peran. Tubuh kami masih
sangat miskin. Orang yang melihat mungkin tak akan mengerti apa adegan yang
sedang kami lakukan. Padahal proses pertama transformasi atau penjiwaan
terhadap peran adalah memberi fokus kepada energi yang sudah dimiliki oleh si
aktor. Dia harus mengendalikan dirinya menuju satu tujuan tertentu. Usaha
memfokuskan energi itu adalah usaha menyerahkan diri sepenuhnya kepada aksi
dramatis, dimana ia mampu menentukan pilihan-pilihan aksi selaras dengan
keyakinannya terhadap tokohnya.
Kami membuat lingkaran
kembali, lalu pemateri menarik salah satu anggota kelas, mencontohkan sampai
mana tubuh ini bisa mengontrol dirinya. Bergerak kesana kemari mengikuti
gerakan tangan yang mendorong tubuh itu. Dan semuanya juga ikut terlibat secara
bergantian. Selesai itu kami dilatih untuk menopang kekuatan tubuh, bagaimana
tubuh kita ini bisa menahan beban tanpa takut terluka?
Dimulai dari yang paling
sederhana, kami harus menetapkan tumpuan. Mencontohkan sampai mana tubuh kita
bisa menopang beban. Dengan cara gegabrugan pada 4 orang teman dan percaya
bahwa teman kita mampu menopang berat badan kita.
"Orang sering menyangka
bahwa teater hanya gerak dan congor, padahal dibaliknya ada proses pikiran dan
batin yang dapat melecetkan otak dan hati." (diambil dari kutipan buku Dar
Der Dor oleh Putu Wijaya)
Hari sudah semakin petang,
karena lapangan juga dipakai untuk penduduk setempat bermain bola. Kami lari
lagi menuju goa situs banten girang berlanjut dengan evaluasi. Kami membahas
apa yang telah dibongkar pada tubuh kami hari ini. Grotowsky pernah melakukan
eksperimen untuk mempertanyakan ulang mengenai hubungan yang terjadi di dalam
tubuh teater. Dia mempertanyakan tentang variabel-variabel teater yang dapat
dicopot (ditanggalkan) dari tubuh teater. Ia bertolak dari kemiskinan dengan
pengertian tidak memiliki sesuatu kecuali sesuatu, bukan saya memiliki sesuatu
selain memiliki sesuatu. Jawaban final dari pertanyaannya nyatalah pemain, yang
memainkan: yang bermain, yang melakukan permainan. Pemain dalam kaitannya
dengan penyempitan (pengurangan). (*)
0 Comments